Mikroplastik pada Kosmetik: Wajah Cerah, Ancaman Bagi Laut
Kosmetik merupakan hal yang sudah sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Produk kosmetik sudah menjadi kebutuhan utama, baik bagi kaum wanita maupun kaum pria. Beberapa jenis produk kosmetik yang cukup sering digunakan oleh masyarakat adalah produk perawatan kulit seperti krim pemutih, bedak, body lotion, dan pembersih wajah. Belakangan ini, masyarakat juga banyak menggunakan produk kosmetik seperti lulur atau scrub yang biasa digunakan untuk membersihkan kulit tubuh dan wajah.
Scrub dianggap lebih efektif mengangkat sel-sel yang sudah mati di permukaan kulit dibandingkan produk pembersih biasa. Hal ini dikarenakan adanya butiran-butiran (mikroplastik) yang bersifat keras dan mampu menggosok kulit sehingga terjadi pengelupasan pada kulit yang nantinya akan membuat wajah terlihat lebih cerah. Sudah banyak kosmetik yang menjadikan mikroplastik sebagai primadona dari produk yang ditawarkan.
Apa itu mikroplastik?
Mikroplastik menjadi tren baru dalam dunia kosmetik yang umumnya terbuat dari polyethylene (PE). Ukuran mikroplastik sangat kecil yaitu kurang dari 5 milimeter sehingga sulit untuk terlihat dan mudah terbawa aliran air menuju laut. Tentunya hal tersebut akan berdampak buruk bagi kawasan lautan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dapat dikatakan bahwa mikroplastik pada kosmetik tidak berbahaya bagi kulit manusia, namun dapat menghadirkan ancaman bagi ekosistem laut.
Kawasan yang menjadi tujuan akhir dari seluruh pembuangan sampah plastik khususnya mikroplastik adalah lautan. Laut merupakan kawasan yang relatif jauh dari aktivitas manusia dibandingkan daratan sehingga laut dianggap sebagai kawasan yang ‘tepat’ untuk membuang segala jenis limbah, ditambah dengan luasnya lautan menjadikan manusia tak peduli terhadap dampak-dampaknya. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat kedua penyumbang sampah plastik di lautan. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki kesadaran dan kemampuan pengelolaan sampah plastik yang tergolong rendah.
Sampah plastik yang hadir di laut terdiri dari jenis, warna, ukuran, bentuk, dan komposisi yang berbeda-beda. Umumnya, bentuk plastik yang terdapat di lautan adalah potongan, garis, serat, dan butiran yang dapat memengaruhi risiko konsumsi oleh hewan laut. Sampah plastik yang berukuran besar atau makroplastik dapat mengancam kesehatan hewan laut secara langsung dikarenakan kesalahan konsumsi. Hal ini berisiko menyebabkan pendarahan internal dan penyumbatan pada saluran pencernaan hewan.
Semakin kecil ukuran plastik hingga
mikroplastik, maka semakin besar kemungkinan plastik tersebut dikonsumsi oleh
hewan laut. Sifat umum dari mikroplastik yang mudah menyebar dan sulit larut
dalam air berpotensi dapat termakan oleh hewan laut. Kerusakan pencernaan yang
lebih parah dapat terjadi jika hewan laut mengonsumsi mikroplastik. Akibatnya,
mikroplastik dapat mengancam sistem rantai makanan dan ekosistem laut. Ditambah
dengan kenyataan bahwa keberadaan mikroplastik ini kurang disadari oleh
masyarakat awam.
Bahaya mikroplastik tentunya tidak berakhir di kawasan laut saja. Nyatanya segala hal yang ditanam oleh manusia, akan kembali juga pada manusia itu sendiri. Hewan laut yang mengandung mikroplastik tentunya akan berdampak pada kualitas dan keamanan pangan manusia. Seafood yang berasal dari hewan laut yang kawasannya tercemar berpotensi mengandung mikroplastik sehingga tidak aman untuk dikonsumsi. Risiko yang muncul dapat berupa terganggunya sistem kekebalan tubuh dan pembengkakan usus manusia. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama karena seafood merupakan sumber protein dan gizi yang sangat penting di tengah perkembangan kosmetik dengan kandungan mikroplastik yang semakin marak di pasaran.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
Langkah yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir pencemaran laut akibat mikroplastik pada kosmetik adalah tidak
menggunakannya. Bentuk penanganan limbah terbaik adalah tidak memproduksinya.
Tentunya penanganan limbah mikroplastik dapat dimulai dari unit terkecil yaitu
diri sendiri. Kita diharapkan mampu menahan diri atau mengurangi dalam penggunaan kosmetik yang
mengandung mikroplastik seperti produk scrub yang sedang marak di pasaran. Namun, hal tersebut tentunya
memerlukan langkah alternatif agar kebutuhan individu terhadap kebersihan kulit
dapat tetap terpenuhi.
Kita dapat menggunakan bahan alami seperti
ampas kopi sebagai pengganti mikroplastik pada kosmetik. Kopi mengandung antioksidan yang cukup tinggi sehingga dapat
menangkal radikal bebas karena paparan sinar matahari dan menjadikan wajah
lebih sehat. Selain ampas kopi, masih banyak bahan alami lainnya yang dapat
digunakan untuk merawat kulit seperti gandum murni dan garam. Sudah banyak
penelitian yang membuktikan keunggulan komoditas bahan alami sebagai perawatan
kulit. Selain itu, langkah ini dilakukan untuk memanfaatkan kekayaan dari flora
yang ada di Indonesia. Dengan langkah-langkah kecil seperti itu, ancaman
terhadap keberlangsungan ekosistem laut akibat limbah mikroplastik dapat
diminimalisir.
Komentar
Posting Komentar